Lagi-lagi Timnas kita tercinta takluk dalam sebuah turnamen dan ini semakin menguatkan bahwa Timnas Indonesia adalah spesialis turnamen domestik seperti piala Kemerdekaan kemaren yang dimenangkan dengan kemenangan WO atas Libya.
Yang membuat miris adalah kekalahan ini diderita dari Myanmar yang notabene adalah calon lawan kita di Piala AFF nanti selain secara kapasitas sebenarnya Myanmar masih dibawah Timnas kita, walaupun itu terjadi di Yangoon ibukota Myanmar.
Permainan timnas sebenarnya tidak terlampau jelek tapi yang membuat kekalahan diderita adalah Timnas terlampau bermain berhati-hati, terlihat dari beberapa kali peluang yang didapat gagal dikonversi akibat ketidak tenangan para penyerang mengeksekusi bola dimulut gawang lawan seperti yang beberapa kali terjadi pada Bepe dan Musafri selain tusukan dari center maupun flank yang terlalu monoton tapi jika bola sudah terlepas dari bek lawan, penyelesaian akhirnya yang terlampau lembek.
Dengan kegagalan di Royal Cup ini, ada 2 hal yang cukup mengganggu dan saling memberi timbal balik dalam persiapan menghadapi Piala AFF, yaitu :
1. Kepercayaan diri dan motivasi akan terganggu karena Timnas secara mengenaskan kalah 2 kali dari calon lawan yang akan dihadapi pada Piala AFF nanti yaitu Burma alias Myanmar, padahal Indonesia sangat berambisi untuk menjuarai turnamen ini yang nama lamanya adalah Piala Tiger.
2. Label akan jago kandang dan melempem pada partai tandang sangat lekar sekali dan ini menjadi kendala karena jika Indonesia mampu mencapai partai Semifinal atau Final, pertandingan akan diadakan dalam partai Home & Away dimana partai Away akan sangat krusial sekali untuk mencapai target aggregat yang diinginkan.
Tentu kedua hal itu akan sangat tinggi dampak psikologisnya bagi para pemain, staff dan pengurus PSSI dan itu adalah tantangan yang mau tidak mau harus dihadapi dan secepat mungkin diatasi, apalagi ditambah dengan badai kasus yang mendera dalam kegiatan Sepakbola Nasional seperti Liga Super yang dengan kerusuhan penontonnya membuat masyarakat banyak panik jika kotanya akan menggelar petandingan Liga Super, dan kekerasan yang dilakukan pemain terhadap wasit dan yang paling gres adalah kasus Boloangmongondow yang membuat 1 pemain PSIR Rembang dihukum seumur hidup padahal pemain itu adalah mantan pemain Timnas yang pernah ikut serta dalam Piala Asia yaitu Stanley Mamuaya.
Maka dari itu Juara Piala AFF adalah harga mati yang tidak bisa ditawar lagi untuk membangkitkan kegairahan Sepakbola Nasional dan mengembalikan kepercayaan masyarakay terhadap Sepakbola Nasional bahwa Sepakbola Nasional bisa maju dan berprestasi walaupun itu tingkatannya adalah Piala Regional Asean.
sumber