Friday, May 30, 2008

KAMI masih cinta SOLO

PERSIS SOLO MULAI DI TINGGAL KAN
Yudi suryata pelatih yang memang sudah digadang gadang untuk menjadi pelatih PERSIS musim depan akhirnya berlabuh ke PSS sleman. sebuah kenyataan yang memilukan. menyusul hengkang nya beberapa pemain pilar kini bidikan untuk mendapatkan pelatih asal sragen itu juga kandas. padahal Yudi bukan pelatih sembarangan. Pengalaman Yudi Suryata menangani sebuah klub tak perlu diragukan lagi. Pelatih yang satu ini sudah menangani klub yang berlaga di kompetisi nasional sejak era Galatama. Niac Mitra, Mitra Subaraya, PSS Sleman, Persipura Jayapura, dan Persijap Jepara adalah klub-klub yang pernah merasakan sentuhan Yudi.Yudi pernah membawa Niac Mitra jadi juara Kompetisi Galatam pada musim 1987. Selain itu,
Yudi juga sukses mempertahankan eksistensi Persipura Jayapura dan Deltras Sidoarjo di level Divisi Utama.Di musim 2007, Yudi kembali menukangi klub lamanya, Persijap Jepara. Meski tak memiliki banyak pemain bintang, Yudi mampu membawa Persijap melangkah ke fase 16 Besar Copa Dji Sam Soe Indonesia 2007. Sebuah prestasi yang cukup lumayan. jadi kepergian YUDI ke PSS adalah sebuah kerugian besar.


WEBSITE PERSIS MENGHILANG
sejak 3 hari yang lalu website resmi persis (www.persissolo.com) raib ditelan bumi. walaupun tidak pernah diupdate tapi seminggu yang lalu masih bisa dibuka. sebuah bukti akan carut marut nya kondisi manajemen persis. walaupun saya percaya 100% kalau web tersebut bukan dikelola manajemen tapi DPP pasoepati. kalau kata salah satu admint www.pasoepati.net web akal - akalan DPP. entah apa konotasi akal - akalan yang dimaksud.

TIM belum terbentuk, Kondisi keuangan yang antah berantah, pelatih incaran diambil orang, dan entah daftar buruk apalagi yang harus saya tulis. tapi ada sebuah kebanggan. persis solo adalah tim pertama yang yang secara tertulis telah melayangkan keinginan Munaslub PSSI, yang ditembuskan ke KONI.

TAPI KAMI MASIH CINTA SOLO
akan tetapi di tengah itu semua kami tetap mencintai solo. ada atau tidak ada persis pasoepati akan selalu ada. karena pasoepati adalah sebuah wadah persaudaraan. pasoepati terdiri dari artis, tukang becak, kuli kantor, buruh, preman, politisi dan apapun saja. pasoepati bukan hanya sekedar fans tapi pasoepati adalah sebuah kehidupan itu sendiri.

sebuah lagu terngiang kemabali di telinga "yo neng solo yen pengen nonton bal - balan suportere sopan, penonton di jamin aman"
ya solo selalu rindu untuk dikenang. kota kecil yang eksotis.kota kecil yang mempunyai "daya ledak" yang luar biasa.
SOLO SPIRIT FROM JAVA

Monday, May 26, 2008

Ketika Sang Mahesa Jenar,Pangeran Sambernyawa dan Elang Jawa berkolaborasi

Apa jadinya ketika Mahesa Jenar,Pangeran Sambernyawa serta Elang Jawa bersatu untuk menghadapi lawan-lawannya??

Yang terjadi pastilah lawan tersebut akan binasa terkena senjata nagasasra dan sabuk intennya Mahesa Jenar,kedahsyatan jurus-jurus Pangeran sambernyawa,dan mati terkena tajamnya patuk Elang Jawa. Inilah kira-kira gambaran yang terjadi pada Hari Minggu 25 Mei 2008 pada Pertandingan persahabatan antara JOGLOSEMAR versus ROMANISTI INDONESIA yang berlangsung di INDO Futsal Jalan Palmerah Barat Jakarta Barat. Joglosemar sendiri adalah Komunitas persaudaraan Supporter dari Tim-Tim Jateng&DIY di Jakarta,sedangkan Romanisti Indonesia adalah pendukung Tim Serie A Italia AS Roma di Indonesia.Di Dalam Tiga kali Sesi pertandingan Hari Minggu yang melibatkan kedua komunitas ini.Kesemuanya dimenangkan oleh JOGlOSEMAR Jabodetabek.....

Tim pertama Joglosemar yang diperkuat oleh kawan-kawan Pasoejak(Pasoepati Jabotabek) dan Pasebumi Metropolis Unggul 5-1 melawan Tim A Romanisti, Tim Kedua Joglosemar yang beranggotakan Supporter PSIS Jabotabek serta Slemania Batavia lagi-lagi menggasak Tim B Romanisti dengan skor cukup meyakinkan 6-1,dan klimaksnya pada pertandingan terakhir dimana tim inti dari masing-masing tim kedua kesebelasan bertanding lagi-lagi Joglosemar mencukur Romanisti dengan skor 7-2.Adapun gol-gol dari Tim Inti Joglosemar dicetak oleh Mulyanto”Gastano”(Psis Cyber),Arif (Slemania Batavia),Tedjo(Pasoejak) dan Bani(Psis Cyber).

Walaupun Joglosemar pada pertandingan kali ini unggul dengan skor cukup meyakinkan namun tidak ada kegembiran yang berlebihan,tidak ada kata-kata umpatan dan saling ejek antar kedua tim apalagi gontok-gontokan antar kedua pendukung kesebelasan.Romanisti sendiri terkesan dengan nyanyian-nyanyian Supporter Joglosemar yang tak henti-hentinya dikumandangkan dalam pertndingan kemarin. Salah satu anggota Romanisti mengatakan "Lagu-Lagu Supporter Ligina keren-keren juga ya,selama ini Gw taunya mereka cuman bisa rusuh doank makanya Gw males dukung Tim Liga Indonesia,tapi ternyata dugaan Gw salah.Supporter sepakbola Indonesia ternyata kreatif serta sportif juga" .Esensi dari Pertandingan antara Joglosemar dan Romanisti sendiri kemarin adalah adanya keinginan untuk saling membuktikan bahwa semua supporter itu bersaudara,seperti yang tertulis di spanduk joglosemar PISS(Podo Indonesia'ne Supporter'e Seduluran),friendly match kemarin digunakan Joglosemar sebagai ajang untuk Silaturahmi dengan siapapun juga komunitas pecinta sepakbola di Jakarta, selain juga silaturahmi bagi kami sendiri pendukung Tim-Tim sepakbola Jawa Tengah yang berdomisili di Jakarta dan sekitarnya.Joglosemar Jabotabek sendiri sudah 4kali ini mengadakan kegiatan bersama,diantaranya pengumpulan seribu tanda tangan masyarakat Jakarta untuk mendukung Tim thoms dan Uber Cup Indonesia yang dilanjutkan dengan penyerahan tanda dukungan itu kepada para pemain di Hotel Sultan Jakarta serta nonton bareng pertandingan Bayern Munchen melawan Timnas PSSI di senayan.Selain itu kami juga ikut berpartisipasi dalam demo menuntut Revolusi PSSI bersama supporter dari seluruh Indonesia lainnya.Semuanya kami laksanakan dengan biaya sendiri atas dasar kecintaan pada Ibu pertiwi,kecintaan terhadap bangsa dan negara.Di spanduk Joglosemar pun termuat tulisan "JOGLOSEMAR dari Jateng dan DIY untuk INDONESIA".

Tanggal 8Juni 2008 giliran kami bersilaturahmi dengan pendukung Juara Serie A Italia yakni INTERNISTI INDONESIA. Pertandingan sendiri rencananya dilangsungkan di SAMBA Futsal Jalan Tentara Pelajar(300Meter dari Gramedia Palmerah) Jakarta Barat Pukul 11.00Wib,Tulisan ini juga merupakan undangan bagi kawan-kawan Supporter Tim dari Jateng dan DIY yang bedomisili di Jakarta dan ingin bergabung dengan saudaranya sesama “Wong Ndeso” dipersilahkan hadir di acara tersebut.Contact Person Joglosemar sendiri bisa dihubungi ke:

1. Sony Pasoejak (085694906990)
2. Arif Pasoejak (021-93463388)
3. Sharif PaserBumi Metropolis (021-93392306)
4. Dedy PSIS Cyber (08999103815)
5. Arief Slemania Batavia (085885826707)

By : Helmi_Rembol PCSC

Wednesday, May 21, 2008

Sandyakalaning Pasoepati (catatan sejarah) sebuah kritik buat kita

sekedar merefleksi sejarah masa lalu kita. sejarah dimana pasoepati selalu disebut dimana mana, sejarah yang saat ini sirna, sejarah yang selalu jadi nosatalgia kalau kita suporter kreatif. terus saja di dengung dengung kan kalau kita suporter kreatif. ya kita dulu memang selalu atraktif tapi itu dulu berbeda jauh dengan sekarang. tulisan ini saya copi dari situs pak bambang haryanto sebagai perenungan sebagaii pembelajaran buat kita pasoepati era ke 3 (setelah pelita, persijatim kemudian persis ) pasoepati jangan dulu kebakaran jenggot dengan isi tulisannya karena itu adalah sebuah cerminan diri kita (buruk muka cermin dibelah) jadikan ini semua semanagat, pelecut, tonggak sebuah pemikiran pemikiran revolusioner baru.

Sandyakalaning Pasoepati


Oleh : Bambang Haryanto
Nelson Mandela punya ujaran, sepakbola merupakan aktivitas yang paling mampu mempersatukan umat manusia. Ujaran Mandela terbukti di Solo tahun 2000, saat tim elit Liga Indonesia asal Jakarta, Pelita Bakrie, memutuskan ber-home ground di Solo. Namanya pun berubah jadi Pelita Solo.

Tanggal 9 Februari 2000 lahirlah kelompok suporternya, bernama Pasukan Soeporter Pelita Sejati (Pasoepati). Sinergi Pelita Solo dan Pasoepati saat itu menjadi gairah baru yang mempersatukan publik bola Solo dan sekitarnya. Pasoepati adalah hasil akal budi seorang praktisi periklanan Solo, Mayor Haristanto. Ia mengambil prakarsa ketika tak ada wong Solo berani jemput bola guna membangun organisasi suporter ketika publik bola Solo terserang eforia karena tiba-tiba hadir tim elit Liga Indonesia di kotanya. Dengan menunggangi gairah warga Solo yang meluap, dipadu sinergi cerdas dengan media massa lokal dan nasional, Pasoepati meroket menjadi meteor di kancah persepakbolaan nasional.

Dengan mengusung tagline revolusi citra baru suporter sepakbola Indonesia, dicoba dibangun kelompok suporter yang juga penghibur di stadion-stadion. Bersemboyan menjunjung tinggi sportivitas dan anti kekerasan, virus Pasoepati menyebar ke seluruh Indonesia. Mayor sendiri, sebagai Presiden Pasoepati, kemudian ikut membidani lahirnya kelompok suporter cinta damai, The Macz Man yang pendukung PSM di Makassar, Asykar Teking yang suporter PSPS di Pekanbaru dan juga kelompok suporter Manado.

Saat itu, saya sebagai Menteri Media dan Komunikasi Pasoepati, mengibaratkan fenomena Pasoepati seperti kisah dongeng sup batu. Kata sahibul hikayat, terdapat dua orang menaruh kuali besar di atas tungku yang menyala, di tengah alun-alun kota. Dalam kuali dimasukkan air dan sebutir batu. Sejurus kemudian dua orang itu segera mengaduk-aduk “masakan”-nya secara sungguh-sungguh dan bersuka ria.

Lalu datanglah orang ketiga. Ia penasaran, ingin tahu apa yang dikerjakan oleh dua orang yang tampak riang tadi. Ia diberitahu bahwa mereka berdua sedang memasak sup yang lezat, tetapi saat itu masih kekurangan wortel. Orang ketiga itu pun pulang. Ia datang kembali membawa wortel yang segera dituangkan ke dalam kuali. Ia pun segera ikut mengaduk-aduknya.

Orang berikutnya datang menyumbang kubis, loncang, seledri, garam, minyak, penyedap rasa, kaldu, daging, dan keperluan sup lainnya. Adonan tersebut makin lama memang terasa menguarkan aroma yang menggugah selera.

Warga Solo, seperti dongeng di atas, saat itu bersemangat memberi (to give) untuk Pasoepati. Meminjam teori Maslow (1954) mengenai hirarki kebutuhan hidup manusia, yang saya rasakan di Pasoepati pada saat itu adalah menggebunya keinginan warga Solo berhimpun guna terpenuhinya kebutuhan tingkat ketiga, yaitu ingin memiliki-dimiliki dan cinta.

Mereka bersemangat untuk berinteraksi dalam Pasoepati guna terbukanya peluang membina persahabatan, memperoleh pengakuan, memiliki identifikasi kelompok dan rasa memiliki sesuatu tujuan bersama. Bahkan pada beberapa individu sudah merambah ke pemenuhan kebutuhan tingkat empat, yaitu kebutuhan terhadap penghargaan, rasa bangga karena memiliki keahlian, prestasi dan prestise dan pemenuhan tingkat kelima dari piramida Maslow, yaitu kebutuhan untuk aktualisasi diri.

Kalau tesis Maslow dipadu dengan teori Miller dan Sjoberg (1973) mengenai gaya hidup manusia yang meliputi pekerjaan, hiburan dan hubungan antar manusia, maka Pasoepati adalah perwujudan jenis hiburan tingkat dua. Kalau tingkat pertama seperti menonton televisi, yang pasif, maka hiburan tingkat kedua ini merupakan rekreasi, revitalisasi atau peremajaan diri. Hiburan jenis ini menuntut orang aktif berperanserta untuk mengobarkan semangat, membangkitkan enerji baru, melalui keterlibatan aktif dalam kegiatan waktu senggang.

Tur-tur keluar kota dan aktivitas Pasoepati yang diperkaya lagu tema dan tagline , misalnya From Solo With Love ketika tur 6/4/2000 menaklukkan Surabaya sampai Pasoepati Embrace The World : I’d Like To Teach The World To Sing pada acara Hut II Pasoepati 9/2/2002 dan peluncuran CD Pasoepati untuk dikirim ke FIFA, Malaysia dan Singapura, sekadar ilustrasi bagaimana Pasoepati mengemas diri sebagai suporter dan entertainer. Buahnya adalah liputan media yang masif, mampu memuaskan ego warganya, bahwa eksistensi dan aksi mereka mendapat pengakuan.

Bulan madu warga Solo dengan Pelita Solo dan Pasoepati, redup tahun 2001. Karena penyandang dananya, konglomerat Bakrie, mengalami kesulitan keuangan, Pelita Solo memutuskan bergabung klub Krakatau Steel di Cilegon, tahun 2001. Kekosongan di kota gila sepakbola ini diisi dengan kehadiran tim Persijatim, asal Jakarta Timur.

Pada tahun yang sama Mayor mengundurkan diri dari Presiden Pasoepati. Untuk memuluskan perpindahannya ke Solo, fihak Persijatim memberikan konsesi kepada pengurus Pasoepati yang baru, yang dijabat oleh Satryo Hadinagoro-Bimo Putranto, menjadi panitia pelaksana pertandingan (panpel) Persijatim di Stadion Manahan.

Mulailah kepribadian Pasoepati mendapat ujian berat. Pada awal berdiri, saya ikut memimpikan bahwa bahwa Pasoepati adalah lembaga hiburan dan wisata yang berkeanggotaan cair, sirkulasi kepemimpinannya seperti formasi burung bangau terbang dan sebagai wahana untuk belajar berorganisasi dan berdemokrasi. Tetapi dengan berstatus sebagai panpel, terutama ketika uang ikut bermain, ketika kedudukan adalah fasilitas, saya tahu bahwa impian awal saya tentang Pasoepati sudah memudar.

Jiwa Pasoepati pun terbelah, karena kini ada perbedaan kasta pada dirinya. Ada Pasoepati yang mendapat bayaran versus Pasoepati yang membayar. Tanpa disadari, sejak itu Pasoepati ibarat melakukan harakiri. Ketidakadilan ini memang tidak keras disuarakan oleh warganya, tetapi mereka mengambil aksi cerdas : hari demi hari semakin susut drastis kehadiran mereka di stadion Manahan.

Mengambil lagi tesis Maslow, karena pengurusnya bekerja untuk uang, berpamrih (to get ), maka kini motif mereka berkiprah dalam Pasoepati menjadi merosot pada piramida Maslow tingkat terbawah. Yaitu pemenuhan kebutuhan fisiologis manusia yang bersifat primitif, meliputi rasa lapar dan haus, kebutuhan yang relatif sederhana, mementingkan diri sendiri, tetapi sekaligus yang paling pokok untuk mendukung kelangsungan hidup itu sendiri.

Dampak yang lain, akibat uang orang berusaha mempertahankan kedudukan. Status quo. Sehingga tidak ada lagi sirkulasi dalam organisasi, tak ada sirkulasi kreasi, yang ada adalah kemandekan.

Itulah gambaran aktual Pasoepati saat ini., ketika masa jabatan Satryo Hadinegoro-Bimo Putranto mendekati akhir. Pasoepati yang dulu dominan memerahkan stadion Manahan, sudah menjadi masa lalu. Kini hanya puak-puak sporadis dan tidak lagi bernyanyi. Panpel pun menuai kerugian.

Ditambah isu mengenai tidak stabilnya kondisi keuangan Persijatim, bahkan tawaran pengambilalihan induk /pemilik tim Persijatim (yaitu klub Bina Taruna) oleh investor Solo juga tidak mendapat respons memadai dari fihak Pemerintah Kota Solo, membuat hengkangnya Persijatim dari Solo tinggal pula menghitung hari.

Ujaran Nelson Mandela bahwa sepakbola sebagai pemersatu, mungkin nanti hanya tinggal kenangan indah bagi publik Solo.

Bambang Haryanto, warga Pasoepati, Sekjen Asosiasi Suporter Sepakbola Indonesia (ASSI), Pencetus Hari Suporter Nasional 12 Juli yang tercatat MURI.

--------------

Mayor, Steve Jobs dan Masa Depan Pasoepati


Oleh : Bambang Haryanto

Kalau Anda ingin melatih keterampilan kepemimpinan, jadilah pentolan suporter. Jangan tanggung-tanggung, jadilah presidennya. Anda akan menemui tantangan unik, yang bakal tidak Anda jumpai dalam sesuatu enterprise lainnya.

Dalam kemiliteran, kepemimpinan dibangun berdasarkan rank atau pangkat. Hirarkinya seperti piramida. Semakin tinggi pangkat Anda semakin luas kekuasaan Anda. Di sini loyalitas bersandarkan kepada kepatuhan dan disiplin untuk mengikuti perintah atasan. Hal serupa, walau lebih longgar, terjadi di dunia korporasi atau birokrasi. Interaksi di dunia korporasi dan birokrasi dibangun berdasarkan rasa takut. Takut dipecat, tidak memperoleh gaji dan takut tidak naik pangkat.

Dalam dunia suporter, tidak ada hirarki. Setiap orang merasa punya kedudukan sejajar. Sifat keanggotaannya sukarela dan cair. Kalau lagi tak suka jadi suporter, Anda bisa libur. Sehari, seminggu, sebulan atau pun sepuluh tahun, tak ada sanksi. Tak ada pemecatan. Ikatan antarwarga suporter terbangun karena memiliki tujuan yang sama, mendukung tim kesayangan. Dalam konteks interaksi khas demikian, bagaimana cara terbaik menggulirkan roda organisasi seperti itu ? Kita dapat belajar dari sejarah Pasoepati hingga kini.

Menengok ke belakang, sejarah Pasoepati bermiripan dengan jatuh-bangunnya Apple Computers. Pasoepati lahir dari seorang tokoh periklanan Solo, Mayor Haristanto. Ia mengambil prakarsa ketika tak ada wong Solo mau dan berani menjemput bola untuk membangun organisasi suporter ketika publik bola Solo terserang eforia karena tiba-tiba hadir tim elit Liga Indonesia, Pelita Solo, ke kotanya.

Sementara Apple Computers lahir dari wiraswastawan garasi, Steve Jobs bersama Steven Wozniak. Mayor menjadi hero panggung suporter sepakbola Indonesia, sementara Jobs menjadi hero Lembah Silikon dekade 80-an. Keduanya memimpin “perusahaaan”-nya berbekal kreativitas dan karisma.

Bahkan Mayor dapat dikatakan memerintah lebih dekat ke arah gaya “diktator” Lee Kuan Yew saat mendirikan dan membangun Singapura. Ia menganggap dirinya paling tahu kebutuhan Pasoepati saat itu, tahu masa depannya dan tahu melakukannya. Para pembantunya dalam Pasoepati harus mau mengikuti saja segala langkahnya. Pilihan atas gaya kepemimpinan semacam ini, dalam komunitas yang bersifat cair dan egaliter, mudah memicu iri hati.

Mayor pun juga tak peka untuk beradaptasi. Sebagai wiraswastawan yang dalam istilah Robert T.Kiyosaki berasal dari kuadran “S” (self-employed), pekerja mandiri, dengan kultur kerja one man show, para bawahan adalah juga saingannya, wajar bila ia kemudian dinilai memonopoli kue-kue Pasoepati. Seperti liputan media dan hal-hal yang diduga menguntungkan lainnya.

Perjalanan sejarah mencatat lengser-nya kedua tokoh tersebut. Steve Jobs harus ditendang dari kursi CEO ketika Apple kalah bersaing melawan Bill Gates dan imperium Microsoft-nya. Mayor pun harus menyatakan mundur dari kursi presiden Pasoepati. Ia dan kreasi-kreasinya mungkin dinilai tidak lagi mewadahi aspirasi sebagian pentolan suporter yang justru dulu di saat awal Pasoepati berdiri menjadi pemujanya.

Ternyata di Pasoepati tidak ada suksesi. Para penentang Mayor tidak ada yang berani tampil sebagai pemimpin. Bahkan harus mencari jago di luar Pasoepati, yang mencerminkan situasi darurat. Dapat dimaklumi kemudian bahwa kedaruratan itu melahirkan figur dari antah berantah yang mau duduk di kursi presiden Pasoepati. Pilihan yang mencerminkan keputusasaan.

Apakah diri pengganti Mayor itu cocok berkubang dalam corporate culture semacam Pasoepati ? Atau dirinya tergiur oleh jumlah warga Pasoepati yang dinilainya berpotensi untuk bekal menggulirkan agendanya sendiri ? Warga Pasoepati kini dapat menilai sendiri.

Apa yang dapat kita ambil pelajaran dari sekelumit perjalanan sejarah Pasoepati ini ? Mayor sebagai pemimpin harusnya mempelajari kata hikmah novelis Perancis, Stendhal (1783-1842), bahwa “penggembala harus selalu membujuk domba-domba gembalaannya bahwa kehendak mereka dan kehendak si penggembala adalah sama”. Problem kepemimpinan Mayor adalah problem komunikasi. Jadi ironis karena itu terjadi pada seseorang yang berkiprah dalam bisnis komunikasi.

Atau memang, sebagai hal wajar, dirinya kesulitan menampung beragam agenda yang dalam waktu singkat dimunculkan warganya yang sangat heterogen itu. Sekadar contoh, kasus tak kunjung usai dalam proses penentuan logo Pasoepati atau pemunculan figur Rojomolo sebagai maskot beberapa waktu lalu, yang mengundang pro-kontra, menggambarkan betapa hampir mustahil menentukan titik temu dari orang-orang yang sama-sama baru saling kenal sementara pengalaman, wawasannya berwacana dalam komunikasi juga amat meragukan. Belum lagi tidak sedikit orang yang ingin tidak sabar memperoleh sesuatu dari adonan sup batu Pasoepati, saat itu !

Pasoepati era pasca-Mayor telah mengalami realitas baru. Mata warga Pasoepati dapat melek, belajar, bahwa semakin banyak anggota dalam suatu organisasi akan terancam tidak menghasilkan sesuatu pun prestasi. Sebab mereka cenderung membangun kompromi, mencari aman, hanya menelorkan gagasan-gagasan klise, dan itulah tanda kemandekan dan kemandulan.

Tidak salah bila wartawan Solopos, Suwarmin, mencatat betapa Pasoepati nampak mapan dalam organisasi tetapi merosot dalam kreasi. Kondisi ini mengingatkan sebuah ejekan bahwa komite merupakan kumpulan salah pilih dari orang-orang yang tidak bersedia oleh orang-orang yang tidak becus untuk mengerjakan sesuatu yang tidak perlu. Sehingga Robert Copeland berpendapat bahwa agar berhasil mengerjakan sesuatu, komite tersebut harus beranggotakan tidak lebih dari tiga orang, di mana dua orang lainnya selalu mangkir.

Sejarah Apple Computers mencatat, Steve Jobs sukses melakukan rebound. Ketika Apple Computers mengalami pembusukan dan hampir bubar, si anak hilang tersebut sukses dalam memimpin Apple Computers bangkit kembali. Mengambil analogi tersebut, apakah Pasoepati juga masih butuh Mayor, sang “diktator” dan pendirinya itu untuk kembali, seperti santer disuarakan akhir-akhir ini ?

We’ve Only Just Begun, begitu judul lagu indah dari Carpenters. Kita baru saja mulai. Pasoepati baru saja berdiri. Masih banyak jalan di depan untuk dipilih dan ditapaki. Pada awal berdirinya, saya ikut bermimpi bahwa Pasoepati sebagai lembaga yang cair, sirkulasi kepemimpinannya seperti formasi burung bangau terbang, wahana untuk belajar berorganisasi dan berdemokrasi.

Hal ideal itu sepertinya akan terjadi ketika di awal berdirinya, tahun 2000, banyak warga nampak berkeinginan tulus memberi untuk Pasoepati. Tur-tur kita yang heboh dan berhasil, adalah kenangan betapa semua diri kita saat itu bersemangat besar untuk memberi kepada Pasoepati.

Tetapi di tahun 2002 saya melihat awal pudarnya semangat itu. Dari mulut seorang pentolan Pasoepati, ia cerita penuh rasa bangga bahwa jerih payahnya babad alas kini telah berbalas. Yang ia maksudkan, saat itu Pasoepati menjadi panpel dan ia telah mendapatkan uang karena menjadi suporter sekaligus menjadi pentolan Pasoepati.

Ketika uang ikut bermain, ketika kedudukan adalah fasilitas, saya tahu bahwa impian awal saya tentang Pasoepati sudah memudar. Karena uang, orang akan berusaha mempertahankan kedudukan. Tak ada lagi sirkulasi dalam organisasi, tak ada sirkulasi kreasi, yang ada adalah status quo, kemandekan.

Kemana kini Pasoepati akan melangkah ? Terserah kepada semua warganya. Sementara itu, bagi saya, adalah suatu kemunduran bagi Mayor dan Pasoepati bila ia nanti kembali memimpin Pasoepati. Demikian pula, ia pun akan terus merugi, bila hanya mampu bernostalgia atas keberhasilannya, sementara dirinya tidak mampu mengambil pelajaran apa pun dari kegagalan yang ia petik selama ini !

Bambang Haryanto, pengelola situs blog Epistoholik Indonesia. Mantan Menko Bina Citra Pasoepati, 2000-2001.

MENGHITUNG BIAYA TEAM SUPERLIGA

oleh hangoro

Super Liga 2008 sebentar lagi segera bergulir. Beberepa klub menyambut antusias liga profesional indonesia seperti Persik, Sriwijaya FC, dan Persib tetapi ada beberapa klub yang asal asalan menyambut era baru sepakbola indonesia contoh nyata adalah Deltras dan PSMS.

Keputusan mendagri yang melarang sepakbola memakai uang APBD, membuat klub klub yang selama ini menjadi “benalu” harus mengubah diri untuk menghidupi dirinya sendiri.

MERCHANDISE PASOEPATI CYBER



harga 35 ribu belum termasuk ongkos kirim. pemesanan khusus yang di jakarta hubungi saya 08568772450 di luar itu hubungi nacha 085647044690 / topik 085725000969

kemungkinan dalam waktu dekat pasoepati jabodetabek juga akan membuat stiker. untuk saat ini dalam perencanaan.. lagi dirembug dulu soalnya...... thanks mas andree idenya.. oya foto sampean dah ada di galeri









7 klub siap di verifikasi



Tujuh klub yang berlaga di ajang Divisi Utama 2008 mendatang juga diverifikasi oleh Badan Liga Indonesia (BLI), dan diproyeksikan untuk mengganti klub-klub yang gagal menembus Superliga.
”Sekarang kami memang melakukan verifikasi terhadap tujuh klub lagi, diprediksikan ada dua klub lolos dan menggantikan klub Superliga yang tidak memenuhi persyaratan,” kata Ketua tim verifikasi BLI, Joko Driyono di Malang, Jumat (16/5).

Thursday, May 15, 2008

Laporan Verifikasi BLI di solo

SOLO – Usaha Persis mendapatkan lisensi klub profesional nampaknya tidak akan banyak menemui hambatan. Hal itu tak lepas dari keberadaan Stadion Manahan, Solo, yang sudah memenuhi aspek infrastruktur seperti yang ditetapkan BLI.

Demikian, disampaikan oleh dua personel tim verifikasi BLI, Kokoh Afiat dan Darwis Satmoko, yang melakukan assesment terhadap Persis, kemarin. Seperti diketahui, aspek infrastruktur menjadi momok paling menakutkan bagi klub yang ingin mendapatkan lisensi klub profesional. Maklum, lisensi tersebut syarat mutlak bagi klub yang tampil di Liga Super.

“Hanya ada tiga catatan yang kami berikan untuk Stadion Manahan, yaitu tiang gawang, warna jaring, dan area mixed zone,” tutur Kokoh Afiat dalam sesi jumpa pers seusai menggelar verifikasi, kemarin, di Balai Persis. Menurut Kokoh, sejak awal BLI menganggap Stadion Manahan merupakan salah satu contoh stadion yang layak untuk Liga Super. Pasalnya, stadion yang terletak di pusat kota itu pernah dipakai untuk even internasional, yakni Liga Champions Asia 2007.

Namun begitu, Kokoh tidak berani memberi jaminan bahwa Persis akan langsung masuk Liga Super. Sebabnya, selain hanya berstatus cadangan bagi 18 tim Liga Super yang telah diverifikasi sebelumnya, keputusan siapa saja klub Divisi Utama yang naik kasta ke Liga Super, ditentukan sepenuhnya oleh Komite Eksekutif (Komeks) PSSI.

“BLI hanya bertugas memberikan rekomendasi berdasar hasil verifikasi, kemudian menyetorkannya ke Komeks. Nah, keputusan sepenuhnya ada di tangan Komeks,” papar Kokoh.

Sedangkan, untuk empat aspek lainnya, yakni Legal, Supporting, Financial, dan Administrasi-personel, tim verifikasi memberikan kesempatan bagi Persis hingga, Senin (19/5), untuk menyempurnakan kelengkapan dokumen. “Termasuk di dalamnya kami meminta surat keterangan dari notaris, perihal pembentukan badan hukum PT. Persis,” ucap Darwis Satmoko.

Lebih lanjut, Darwis mengungkapkan rapat pleno BLI untuk membahas hasil verifikasi terhadap 7 klub Divisi Utama, akan dilakukan seminggu setelah hari terakhir verifikasi kemarin. “Namun, kapan rapat pleno tersebut selesai, kami belum bisa memastikan. Sehingga, kami juga belum bisa memberikan kepastian kapan akan menyerahkan rekomendasi ke Komeks,” sebut Darwis.

Di lain pihak, FX. Hadi Rudyatmo, Ketua Umum Persis, mengaku siap membereskan seluruh kekurangan yang masih ada. “Kami akan penuhi semua yang masih menjadi kekurangan. Sedangkan untuk hasilnya, kami serahkan semuanya ke PSSI,” sebutnya.*ari topskor

berita nacha gambar dari ari topskor

Monday, May 12, 2008

kami tak lelah berteriak...

merinding… haru dan entah apalagi…. ketika rekan rekan mengumpulkan sedikit dana dengan niat untuk sekedar buat bantu onngkos perjalanan nawak nawak Arema. tapi apa kata Yuli soempil ketika sumbangan itu akan diserahkan ” Terimakasih sebelumnya….. tapi kami kesini datang dengan uang pribadi… ini loyalitas kita sebagai masyarakat yang peduli sepakbola indonesia. lebih baik uang ini diserahkan kepada THe Jak untuk dibuatkan spanduk yang akan kita pasang tanggal 21 mei nanti.” sebuah sikap yang benar - benar membuat aku terharu. loyalitas tanpa batas yang ditunjukan arema dan rekan 2 lain nya….. bagaimana tidak nawak nawak sudah 2 kali datang ke jakarta untuk sebuah tuntutan yang sama 7 agenda reformasi masih kita suarakan dan ini adalah yang ke dua kalinya tetap kritis tetap semangat dan tanpa pamrih…. mereka mengeluarkan ongkos pribadi…. dari kantong sendiri.. gak kaya PSSI yang suka korupsi……….. BERSAMBUNG

FOTO FOTO menyusul lagi di upload helmi PCSC

berita terkait dari detik. com

Pendemo PSSI gagal temui kroni2 nurdin asu

kita akan duduki PSSI



Saturday, May 10, 2008

Kisah Soeratin untuk Nurdin Halid

Jakarta - Ada kontras yang tak terelakkan jika membandingkan Ketua Umum PSSI pertama, Ir. Soeratin Sosrosoegondo, dengan Ketua Umum PSSI ke-14, Nurdin Halid.

Ir. Soeratin, tokoh di balik berdirinya PSSI pada 19 April 1930, memilih kehilangan pekerjaan sebagai arsitek yang memberinya pendapatan berlimpah agar bisa secara total mengurus PSSI yang baru saja berdiri.

Ketika itu Soeratin bekerja di biro rancang bangunan bernama Boukundig Bureau Sitsen en Lausade dengan gaji sekira seribu gulden per bulan. Aktivitasnya mengurus PSSI membuat kinerjanya di kantor mengendur. Kantor yang memekerjakannya memberi dua opsi: tinggalkan PSSI atau tinggalkan pekerjaan.

Ini bukan pilihan sederhana. Meninggalkan pekerjaan bukan hanya membuat Soeratin kehilangan asupan finansial bagi diri dan keluarganya, tapi juga membuat Soeratin kehilangan pasokan dana yang sebagian di antaranya digunakan untuk menopang kegiatan-kegiatannya di PSSI karena PSSI sendiri ketika itu tak bisa diharapkan memberinya pendapatan. Soeratin bisa saja melepas jabatan sebagai Ketua Umum PSSI. Toh, ia masih bisa membantu PSSI dengan cara yang lain.

Tapi Soeratin memilih opsi keluar dari pekerjaannya. Baginya, membangun PSSI butuh konsentrasi besar. Masih banyak persoalan yang mesti dihadapi PSSI ketika itu, dari mulai isolasi yang dilakukan NIVB hingga membangun solidaritas bond-bond sepakbola bumiputera yang (kadang-kadang) masih saling bersaing satu sama lain. Teramat sayang jika ikhtiarnya yang susah payah dalam memelopori pendirian PSSI ditinggalkan di tengah jalan.

Fragmen bersejarah yang bisa dibaca sebagai momen eksistensial bagi manusia Soeratin di atas terasa begitu kontras dengan sikap “keras kepala” Nurdin Halid untuk terus bertahan di tampuk tertinggi kepemimpinan PSSI — sikap yang anehnya didukung dengan tidak kalah keras kepalanya oleh para pengurus PSSI dan Executive Comitte PSSI.

Kontras ini makin terasa menggelikan sewaktu membaca pernyataan Nurdin Halid ketika menjawab tuntutan agar dirinya mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum PSSI.

“Atau masalah yang saya hadapi tidak ada permintaan agar saya mundur dan saya dalam keadaan didzalimi. Untuk itu, demi harga diri saya serta demi harkat dan martabat PSSI siri’ napacce. Insya Allah dengan ridho Allah saya akan bertahan memimpin PSSI,” katanya (Kompas, 21 Februari 2008).

Jika Soeratin memilih untuk keluar dari pekerjaannya agar bisa total mengurus PSSI dengan risiko kehilangan asupan gulden yang melimpah pada zamannya, Nurdin Halid justru keukeuh untuk terus duduk di jabatannya kendati nyata-nyata ia sama sekali tak bisa memimpin roda organisasi PSSI. Alih-alih bisa memimpin PSSI dengan total, Nurdin justru lebih sering “merepotkan” PSSI karena memaksa para pengurus PSSI mesti bolak-balik ke penjara, baik untuk rapat koordinasi maupun sekadar memberi laporan.

Dalam tradisi Makasar, ’sirri’ bukan hal sepele. Ia merujuk pada kebanggan diri, harga diri, integritas diri sebagai manusia dan laki-laki. Jika sampai ada orang menyebut “sirri”, ia hampir dipastikan sedang berada dalam kemarahan besar, merasa integritas dirinya dikoyak moyak, harga dirinya diinjak-injak.

Persoalannya, tuntutan kepada Nurdin agar mundur itu bukan persoalan pribadi. Tuntutan yang makin kuat itu muncul sebagai persoalan organisasi, dalam hal ini PSSI, organisasi yang mengatur olahraga paling merakyat di tanah air, yang pendiriannya diusahakan dengan susah payah oleh para pendirinya.

Pernyataan Nurdin itu menggelikan karena Nurdin menyamakan harga diri dan martabat pribadi dengan harga diri dan martabat PSSI, seakan-akan jika Ketua Umum PSSI merasa pribadinya dilecehkan secara otomatis PSSI sebagai organisasi juga dilecehkan harga diri dan martabatnya.

Nurdin mungkin benar bahwa PSSI sudah kehilangan harga diri dan martabatnya, tapi bukan karena Ketua Umum-nya merasa dilecehkan, tapi karena PSSI memang sudah kehilangan integritas karena kegagalannya sendiri.

Prestasi apa yang dibanggakan PSSI selama di bawah kepemimpinan Nurdin Halid? Menang lawan Bahrain tapi kemudian kalah oleh Arab Saudi dan Korea Selatan pada Piala Asia 2007? Gagal lolos semifinal Sea Games 2007? Kalah memalukkan dari Suriah dengan agregat 11-1 dalam play-off Piala Dunia 2010?

Jika Nurdin Halid butuh contoh tentang laku mertahankan harga diri dan martabat PSSI, simak saja bagaimana Soeratin dengan sikap keras membela harga diri dan martabat PSSI dalam kasus pengiriman tim Hindia Belanda ke Piala Dunia 1938 di Prancis.

Ketika itu Hindia Belanda mengirimkan tim dari Nederlandsh Indische Voetbal Unie (NIVU, organ yang merupakan metamorfosis dari NIVB) ke Prancis. Kendati sembilan pemain dalam tim itu berasal dari kalangan bumiputera dan Tionghoa, Soeratin marah bukan main karena ia menganggap NIVU melanggar “Gentlement Agreemnt” yang ditandatangani PSSI (yang diwakili Soeratin) dengan NIVU (yang diwakili Materbreok) pada 5 Januari 1937 yang menyebutkan bahwa pengiriman tim mesti didahului oleh pertandingan antara NIVU dengan PSSI. Soeratin juga menginginkan agar bendera yang digunakan tim Hindia Belanda bukan bendera NIVU.

Pelanggaran kesepakatan itu dinilai Soeratin sebagai pelecehan atas martabat PSSI. Itulah sebabnya Soeratin, atas nama PSSI, membatalkan secara sepihak semua butir kesepakatan antara PSSI dengan NIVU pada Kongres PSSI 1938 di Solo.

Pada kongres itulah Soeratin membacakan pidato berjudul “Loekisan Djiwa PSSI: Mendidik Ra’jat dengan Perantaraan Voetbalsport”, pidato yang menjadi cetak biru visi PSSI pada masa kolonial, pidato yang sepertinya tak pernah dibaca oleh Nurdin Halid dan para pengurus PSSI sekarang.

Salah satu kalimat Soeratin yang paling termasyhur –seperti diceritakan Maladi– berbunyi: “Kalau di lapangan sepakbola kita bisa mengalahkan Belanda, kelak di lapangan politik pun kita bisa mengalahkan Belanda.”

Nasionalisme dan politik pada masa itu menjadi bagian inheren dari PSSI. Jangan heran jika, misalnya, panitia kejuaraan PSSI II pada 1932 yang digelar di lapangan Laan Travelli, Batavia, nekad mengundang Soekarno untuk melakukan tendangan bola kehormatan pada partai final kejuaraan yang memertemukan VIJ (Voetball Indonesia Jcatra) melawan PSIM Yogyakarta.

Tindakan itu berkadar subversif karena Soekarno baru saja keluar dari penjara Sukamiskin di Bandung akibat aktivitasnya sebagai pemimpin Partai Nasional Indonesia.

Zaman sudah berubah. Politik memang sebaiknya tidak dibawa-bawa dalam dunia sepakbola (FIFA melarang intervensi pemerintah terhadap asosiasi sepakbola, kendati lucunya pengurus PSSI sempat membawa-bawa UU Pemilu untuk membenarkan sikap Nurdin). Tetapi, cukup jelas juga, perkara harga diri dan martabat pribadi tak bisa dibawa-bawa ke dalam urusan sepakbola dan PSSI.

Nurdin dan segenap pengurus PSSI mesti berkaca kepada apa yang sudah dicontohkan Soeratin. Saya tidak tahu apakah LP Cipinang menyediakan cermin di setiap sel tahanan atau tidak.

Tuesday, May 06, 2008

UNDANGAN DEMO UNTUK SEMUA YANG MASIH PEDULI SEPAKBOLA

Menindaklanjuti DEMO REVOLUSI PSSI pada tanggal 25 Maret 2008 Sehubungan dengan carut marutnya kepengurusan PSSI yang semakin hari semakin memprihatinkan dan Ancaman FIFA untuk membekukan persepakbolaan Nasional, maka Kelompok Suporter Indonesia (KSI) yang melakukan Demo Tgl. 25 Maret 2008 (Aremania, Jakmania, Pasoepati, Viola, Slemania, Singa Mania) ditambah Viking-Bandung bersama komponen Bola
lainnya (Kelompok Supporter lain yang belum konfirmasi, Pengurus Bola, wartawan dan pecinta Bola Indonesia) akan melakukan Aksi besar-besaran di Jakarta untuk menuntut percepatan MUNASLUB PSSI guna MEROMBAK TOTAL
PENGURUS PSSI demi kemajuan Persepakbolaan Nasional yang saat ini terpuruk di titik Nadir.

Kami pecinta bola Indonesia sudah Tidak Percaya Lagi kepada Kepengurusan PSSI dan mengharapkan PEROMBAKAN TOTAL Kepengurusan PSSI.
Untuk itulah, kami mengajak seluruh Pecinta Bola Indonesia untuk mendukung gerakan ini dengan menyampaikan informasi ini kepada seluruh Pecinta Bola Indonesia agar ikut dalam MISI SUCI REVOLUSI TOTAL PSSI yang akan diadakan pada :
Hari : Senin, 12 Mei 2008

Kalau Tidak Sekarang kapan Lagi ?
Kalau Tidak Kita Yang Melakukan Siapa Lagi ?
Salam Satu Jiwa,
Rachmad H
email: arema25@yahoo.com

UPDATE NEWS… SEBUAH SMS DARI SAM RAHMAD
“Ijin demo sudah keluar demo di 3 tempat
1. Istana negara
2. Koni
3. PSSI

KUMPUL di depan istana negara jam 10.30

demikian isi sms dari sam rahmad

Terbentur masalah pendanaan Kans Persis tetap terbuka


Persis Solo optimistis menyongsong verifikasi untuk mendapatkan lisensi klub profesional yang rencananya akan dilaksanakan Badan Liga Indonesia (BL), 12-15 Mei mendatang.
Keyakinan tersebut mencuat karena Laskar Sambernyawa merasa telah memenuhi beberapa aspek yang disyaratkan, walaupun hingga sekarang belum juga ada titik terang tentang sumber pendanaan.

Sementara itu, Manajer BLI Joko Driyono menegaskan peluang Persis tetap sama besar dengan klub-klub lain kendati masih ada kendala finansial.
”Niat Solo tetap harus dihargai, entah sudah ada dana atau tidak. Itu urusan mereka. Yang jelas peluang Persis tetap sama besar dengan enam tim lainnya,” kata Joko ketika dihubungi Espos, seusai acara sosialisasi verifikasi klub profesional terhadap tujuh tim Divisi Utama di Jakarta, Senin (5/5). Ketika didesak lebih lanjut perihal prospek Laskar Sambernyawa untuk menggantikan beberapa klub Superliga yang kabarnya bakal di drop, Joko hanya menjawab singkat.
”Kabar bahwa Persmin dan Persiter tidak lolos kan baru di media. Kami sendiri belum memutuskan apa-apa, tunggu keputusannya tanggal 15 Mei. Peluang Persis tergantung hasil verifikasi nanti, apakah bisa mendapatkan lisensi atau tidak. Kalau dapat lisensi, Persis tentu berpeluang menjadi kandidat pengganti tim yang nantinya keluar dari Superliga,” tutur Joko.
Finansial
Rencananya BLI akan melakukan verifikasi di lapangan pada tanggal 12-15 Mei. Sebanyak tujuh tim yang telah mengajukan permohonan verifikasi harus segera melakukan persiapan, yaitu Persis, PSIS Semarang, PSS Sleman, PKT Bontang, Persikabo Bogor, Persebaya Surabaya dan Semen Padang.
Terpisah, sekretaris Persis Ruhban Ruzziyatno yang mewakili Persis dalam acara sosialisasi mengaku optimistis dengan proses verifikasi pekan depan. Dia pun tidak merisaukan tentang aspek finansial. Padahal keuangan merupakan salah satu prasyarat untuk mendapatkan lisensi klub profesional.
”Ada lima aspek untuk mendapatkan lisensi. Yang pertama sporting dan Persis sudah memenuhinya karena kami sudah ada U-18 dan madya. Infrastruktur tentu tidak perlu dikhawatirkan. Personel dan administrasi juga tidak ada masalah, sedangkan aspek legal kami sudah melakukan persiapan,” jelas Ruhban.
Mengenai keuangan, Ruhban menyebut Persis tinggal membuka kran. Tapi dia enggan menjelaskan dengan mendetail apa artinya membuka kran itu.
Lebih lanjut, Ruhban juga belum berani menjamin bahwa pembentukan tim bakal berlangsung pekan ini. ”Kalau malam ini saya belum bisa memberikan jaminan apapun soal pembentukan tim. Rencananya Persis akan menggelar rapat, Rabu (7/5). Mungkin saat itu bisa ada kepastian kapan pembentukan tim dimulai,” imbuh Ruhban.
Pekan lalu, Persis memutuskan sementara menghentikan langkah hingga ada kejelasan nasib PSSI pada 4 Mei kemarin. Namun kabar terakhir terakhir menyebutkan Sekjen PSSI Nugraha Besoes menglaim AFC setuju memundurkan batas waktu revisi Pedoman Dasar

1