Monday, March 23, 2009

Haruskan BLI Melakukan Sentralisasi?

Tak salah memang jika pihak PT Djarum Indonesia Tbk selaku sponsor utama Superliga 2008/09, menyatakan keberatan dengan rencana Badan Liga Indonesia (BLI) menerapkan sistem sentralisasi, dalam upaya menyelesaikan kompetisi.

Hal tersebut karena, sama saja dengan mengubah pola kompetisi yang menerapkan sistem home and away menjadi sebuah turnamen. Secara gengsi pertandingan, kebijakan tersebut pastilah akan berkurang.

Terlebih karena Superliga digadang-gadang sebagai kompetisi kasta tertinggi di tanah air dengan menerapkan sistem sepakbola modern. Dengan menggelar sentralisasi, masih layakkah kompetisi ini disebut level tertinggi? Padahal sistem pertandingannya tak ubahnya sebuah turnamen.

Memang, alasan BLI melakukan sentralisasi karena untuk menyelesaikan kompetisi tepat waktu, yaitu medio Mei tahun ini. Itu karena, selama masa kampanye pemilu legislatif, aparat keamanan tidak memberikan izin menggelar pertandingan.

Sekilas, alasan itu memang cukup masuk akal. Tapi jika kita melihat permasalahan ini secara global, mestinya BLI maupun PSSI harus bisa memahami apa yang sesungguhnya terjadi di pentas sepakbola nasional saat ini.

Sudah benarkah pengelolaan kompetisi yang selama ini mereka gulirkan? Sebab, cabang olahraga lain seperti Voli Proliga masih tetap berjalan, meski pada akhirnya laga cabang ini tidak boleh disaksikan penonton. Namun setidaknya, program mereka masih bisa berjalan sesuai yang direncanakan.

Begitu pula dengan Basket, perang bintang Indonesia Basket League (IBL) masih tetap berjalan meriah di tengah kampanye pemilu berlangsung. Padahal, cabang olahraga yang satu ini juga mendatangkan massa yang tidak sedikit.

Pendek kata, larangan aparat keamanan untuk memberikan izin pertandingan sepakbola harus disikapi positif oleh BLI maupun PSSI. Otoritas sepakbola nasional mutlak harus menata ulang kebijakannya dalam menggulirkan kompetisi.

Jika tidak, sudah pasti mereka akan terus berbenturan dengan aparat keamanan yang pada akhirnya bakal merugikan pembinaan olahraga paling populer di tanah air maupun di dunia ini.

Satu hal lagi, BLI maupun PSSI harus menghindari keputusan dadakan yang terkesan tidak sistematis. Artinya, dalam memutuskan sesuatu, mestinya dilakukan berdasarkan analisis yang lebih jauh dan tidak terkesan asal jadi.

Keputusan sentraliasi itu salah satu contohnya. Dengan memadatkan jadwal di satu tempat, apakah kualitas pertandingan masih bisa terjamin? Padahal, tujuan menggelar kompetisi adalah untuk mendapatkan pemain nasional yang tangguh.

1